Jakarta –
Migrasi besar pengguna WhatsApp ke Telegram terjadi, imbas kebijakan privasi baru platform yang dimiliki Mark Zuckerberg. Kebanyakan menilai Telegram jauh lebih aman dari WhatsApp. Tapi tahu tidak, sama seperti aplikasi lainnya, Telegram sebenarnya juga tak lepas dari kasus kebocoran data.
Telegram, aplikasi perpesanan berbasis cloud, mengalami kebocoran data setelah peretas tak dikenal mengekspos detail pribadi penggunanya di forum darknet, menurut laporan dari publikasi Rusia Kod.ru. Basis data berisi nomor telepon, ID pengguna Telegram yang unik, dan informasi sensitif lainnya. Meskipun tidak jelas berapa banyak pengguna yang terkena dampak dalam insiden tersebut, database yang terekspos berukuran sekitar 900 mb.
Menurut Kod.ru, informasi tersebut diungkapkan melalui fitur ekspor kontak bawaan aplikasi Telegram, yang digunakan untuk pendaftaran pengguna. Sebagian besar data yang terpapar sudah lama, 84% di antaranya dikumpulkan sebelum pertengahan 2019 dan sekitar 60% di antaranya tidak relevan. Dikatakan bahwa 70% dari akun yang bocor terkait dengan pengguna di Iran dan 30% sisanya berasal dari Rusia.
“Saat mengecek program, editor Kod.ru menemukan nomor telepon dengan nama panggilan di Telegram, termasuk nomor editornya. Selain itu, file tersebut juga berisi pengenal pengguna unik di messenger. Saat ini, tidak jelas persis berapa banyak pengguna yang ada di database,” lapor Kod.ru dikutip dari Ciso Mag.
Telegram sempat angkat suara dan menyatakan bahwa kerentanan fitur ekspor kontak bawaan adalah perhatian utama untuk semua aplikasi messenger berbasis kontak.
“Seperti messenger berbasis telepon lainnya (Facebook Messenger, WhatsApp, Viber), Telegram memungkinkan Anda untuk melihat kontak mana yang juga menggunakan aplikasi ini. Sayangnya, aplikasi berbasis kontak apa pun menghadapi tantangan pengguna jahat yang mencoba mengunggah banyak nomor telepon dan membangun basis data yang mencocokkannya dengan ID pengguna – seperti ini,” kata Telegram dalam sebuah pernyataan.
Ini bukan pertama kalinya data pengguna Telegram terungkap. Pada Juni 2019, Telegram mengalami serangan DDoS (Distributed Denial of Service) yang memengaruhi pengguna di AS, Hong Kong, dan negara lain. Telegram turun ke Twitter untuk memberi tahu penggunanya.
“Kami saat ini mengalami serangan DDoS yang kuat, pengguna Telegram di Amerika dan beberapa pengguna dari negara lain mungkin mengalami masalah koneksi,” ucap Telegram dalam sebuah posting Twitter.
Kerentanan ini bisa menjadi tanda tidak ada aplikasi yang benar-benar aman 100%. Akan tetapi penting untuk tetap mencari aplikasi yang bisa melindungi data pengguna dengan komitmen yang kuat.
Simak Video “Mengenal Pendiri Telegram dan Signal yang Kerap Menyerang WhatsApp“
[Gambas:Video 20detik]
(ask/afr)