Jaribijak – Kamu pernah mengetahui tulisan atau postingan di media sosial yang isinya menjelekkan atau menghina seseorang atau sekelompok orang? Seperti yang baru saja viral yakni fenomena saat Ameena, anak dari pasangan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah mendapat komentar negatif dari salah satu netizen sehingga membuat Atta marah dan mengungkapkan melalui Instagram pribadinya.
Nah ini merupakan salah satu hate speech atau ujaran kebencian. Lantas, apa itu hate speech? Begini penjelasannya menurut ilmu Psikologi.
Dilansir dari wikipedia, hate speech merupakan aksi komunikasi yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dalam wujud provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok lain dalam berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnis, gender, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama dan lain-lain.
Dalam konsep psikologi yang dipandang relevan dengan ujaran kebencian adalah agresi. Seperti yang dikutip oleh Rahmi & Corsini, 2021 mengemukakan bahwa pada kajian psikologi sosial disebutkan, agresi adalah perilaku yang bisa bersifat fisik atau emosi yang ditujukan untuk menimbulkan penderitaan atau luka.
Agresi terbagi menjadi dua agresi fisik dan agresi nonfisik. Agresi fisik ialah aksi agresi yang memiliki pengaruh melukai fisik semacam memukul, menendang serta menampar. Sementara itu agresi nonfisik meliputi agresi verbal dan agresi sosial.
Agresi verbal itu seperti membentak, mengolok-olok, melecehkan sedangkan agresi sosial seperti menyebarkan berita tidak benar terkait seseorang, mengisolasi secara sosial, membahas sesuatu terkait SARA. Oleh karenanya, bisa disebutkan bahwa ujaran kebencian adalah bentuk agresi verbal yang dilakukan seseorang kepada pihak atau kelompok lain untuk menimbulkan luka psikis atau merendahkan harga diri individu.
Selain itu, ilmu psikologi juga memandang bahwa ujaran kebencian bisa dianggap sebagai bentuk prasangka. Prasangka adalah sikap negatif yang ditujukan kepada orang lain baik individu maupun kelompok. Prasangka bisa berwujud seperti pandangan buruk tanpa dasar kepada orang lain atau kelompok lain, bisa juga dalam bentuk perasaan negatif seperti kebencian dan kedengkian kepada individu atau kelompok lain. Akhirnya, prasangka bisa juga mewujud dalam bentuk tindakan diskriminatif dan perlakuan semena-mena yang menimbulkan luka psikis maupun fisik.
Hate speech atau ujaran kebencian diperkirakan mulai memuncak sejak tahun 2000-an setelah diperkenalkannya media sosial seperti Facebook, twitter, youtube, Instagram dan lain-lain. Media sosial yang terkenal yang sering sekali ditemukan kasus hate speech adalah Instagram dan tiktok.
Di media sosial ini para netizen terkadang memberikan pendapat atau komentar negatif pada suatu postingan tanpa memikirkan bagaimana perasaan atau posisi yang menjadi sasaran ujaran kebenciannya itu. Adapun tindakan perbuatan hate speech misalnya berupa penghinaan, penghasutan, penistaan, pencemaran nama baik, serta penyebaran berita hoaks.
Selain itu, motif melakukan hate speech di media sosial ini bisa saja karena faktor individu yang tidak menerima perbedaan pendapat, tidak menyukai sesuatu hal dengan menunjukkannya di media sosial yang bisa saja menimbulkan provokasi. Di samping itu, bisa saja faktor hate speech juga karena pengaruh lingkungan pertemanan dan komunitas tertentu.
Lalu, bagaimana dampaknya bagi korban yang terkena hate speech dan pelaku yang melakukan perbuatan tersebut?
Bagi korban yang terkena hate speech dapat menyebabkan frustasi, mendapatkan rasa malu, serta kehilangan reputasi publik. Hal ini dikuatkan oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Leets pada tahun 2002, bahwa individu yang menjadi sasaran ujian kebencian dapat memiliki konsekuensi seperti peristiwa traumatis lainnya serta menyebabkan frustasi, ketakutan dan kemarahan, stress psikologis atau bahkan depresi.
Selain itu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Robiatul Adawiyah & Munir pada tahun 2021 ditegaskan bahwa dampak yang ditimbulkan oleh hate speech yang diterima korban adalah dampak psikologis yang berupa emosi negatif dan emosi positif. Namun lebih banyak korban yang merasakan emosi negatif daripada emosi positif. Emosi negatif yang diterima korban hate speech adalah membuat para korban merasa marah, sedih, tertekan, malu, minder serta sakit hati.
Sedangkan bagi pelaku yang melakukan hate speech, dilansir dari industry.co.id, bahwa bisa saja hal tersebut membuat pelaku terjerat UU ITE atau bahkan dipidanakan yang berakhir dengan hukuman penjara dan hukuman sosial.
Untuk itu, penting bagi setiap individu harus mempunyai etika, baik dalam dunia nyata maupun dalam dunia media sosial. Gunakan bahasa yang sopan santun, kroscek kebenaran berita serta menghormati privasi orang lain. Hentikan kebencian, mari menebarkan kedamaian.
Baca Juga: Lagi Viral! Ini Cara Chat di Aplikasi Gojek