Perkembangan teknologi selalu memicu keingintahuan masyarakat akan berbagai informasi dan salah satu sumber untuk mendapatkan informasi adalah melalui media sosial. Namun, banyak pengguna terjebak dalam memanfaatkan media sosial (medsos), apalagi jika berita yang disebarkan belum terverifikasi kebenarannya.
Hampir semua industri digital, khususnya media sosial bebas berlalu lalang dengan mudah tanpa filter dan bisa membahayakan penggunanya. Oleh karenanya, para pengguna diimbau memperhatikan etika dan bersikap bijak dalam bermedia sosial agar tidak tersandung masalah hukum.
Sebagai informasi, hukum siber yang berlaku di Indonesia adalah Undang-Undang RI No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang mana terdapat lima pasal yang mengatur etika bermedia sosial, mulai pasal 27 hingga pasal 30. Ada pun kelima etika itu terdiri atas penggunaan komunikasi yang baik; tidak mengandung aksi kekerasan, pornografi dan SARA; berita yang diinformasikan adalah benar; menghargai karya orang lain; serta memberikan informasi pribadi sewajarnya.
Menurut Danar Sofyan, sebagai brand manager untuk situs hukum media sosial George Mason Law Review, kebebasan berpendapat di sosial media bisa kelewatan dan akan membahayakan semua elemen yang ada. Oleh karena itu, hadirnya UU ITE sedikit membawa angin segar bagi seluruh penikmat media sosial dalam menyampaikan aspirasi maupun isi konten yang akan mereka sebar melalui platform favoritnya.
“Kita pernah ada dalam situasi yang buruk dalam bermain sosial media. Berita hoax dan maraknya informasi palsu dengan mudahnya menyebar dan efeknya kita bisa rasakan sampai sekarang. Adanya batasan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan akan menjadi batasan tersendiri agar kita bisa lebih bijak dalam menyebarkan informasi yang ada,” ujar dia dalam keterangan tertulis, pada Kamis (12 Mei 2022).
Berbekal hal tersebut, situs George Mason yang dikelola Sofyan mencoba melihat dari perspektif berbeda terhadap hukum di sosial media. “Hadirnya situs http://georgemasonlawreview.org/ merupakan cara dan upaya agar hukum terhadap permasalahan serta komponen lainnya yang berhubungan dengan sosial media di Indonesia bisa lebih terarah dan dapat diterima masyarakat luas,” tutur Sofyan.
Tahun lalu, survei yang dilakukan perusahaan Microsoft melalui Digital Civility Index (DCI), menunjukkan Indonesia menduduki rangking 29 dengan nilai DCI 76. Angka ini menunjukan tingkat keberadaban (civility) netizen Indonesia sangat rendah dibawah Negara Singapura dan Taiwan.