Mudahnya akses informasi di berbagai platform media sosial, mengakibatkan orang hanya percaya dengan apa yang dibenarkan oleh pikirkannya sendiri. Karenanya, memasuki era banjir informasi pasca pandemi, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah, Kiai Cholil Nafis mengimbau umat untuk tetap bijak dalam bersosial media yang bertujuan menjaga diri dari berita hoaks yang beredar.
“Lebih buruk lagi, seketika itu juga berita tersebut dishare kepada orang lain di sosial media yang dimilikinya, tanpa memvalidasi apakah berita tersebut berasal dari sumber terpercaya,” tegas Kiai Cholil, pada sesi talkshow yang bertajuk Strategi Dakwah di Tengah Ancaman Infodemik hari Senin (20/12/2021) dalam
Kiai Cholil mengatakan, saat hoaks dipercaya oleh publik figur seperti para dai dan influencer, maka akan menambah kecepatan sebaran hoaks. Kecepatan penyebaran hoaks itu karena branding dari public figur itu sendiri.
Menurut Pengasuh Ponpes Cendekia Amanah, Depok, Jawa Barat ini, karakter orang yang belum bijak dalam bersosial media memiliki kecenderungan langsung menghakimi hanya saat mengetahui judul atau sebuah informasi.
Oleh sebab itu, MUI merespons penyebaran hoaks tersebut dengan mengadakan pembinaan baik secara online maupun offline. Kiai Cholil menyatakan upaya pembinaan offline yang dilakukan yaitu dengan mengumpulkan MUI tingkat Kabupaten/Kota bersama Dewan Masjid Indonesia di Kabupaten/Kota untuk meramaikan informasi yang benar pada platform media sosial.
Tak lupa ia juga menyinggung massifnya hoaks terkait pandemi Covid-19. “Informasi yang disebar mulai dari vaksinasi, protokol kesehatan, hingga penyebaran virus agar dapat dikonsumsi dan diterima oleh masyarakat secara langsung,” katanya.
“Demikian juga di media sosial, kita lakukan hal yang sama. Jangan sampai orang baik juga mengerti informasi yang benar malah diam dan mengalah. Kita harus ikut serta terlibat langsung di dalam penyebaran informasi di era post truth ini,” tambah Kiai Cholil.
Lebih lanjut, pria keturunan Madura ini menuturkan bahwa dakwah bil hal yang dilakukan tak hanya sekadar pemberdayaan masyarakat melalui forum, pelatihan, pondok pesantren ataupun majelis saja. Akan tetapi harus didakwahkan dan disiarkan (viralkan) melalui media sosial yang dimiliki.
Menurutnya, perlunya dakhwa bil hal karena bahaya dari seseorang yang terkena informasi hoaks, akan lebih mudah memberikan persepsi yang salah, kepanikan, hingga frustasi. “Adapun solusi untuk menjangkau masyarakat yang tidak mempunyai teknologi adalah dengan mengirimkan dai. Karenanya dengan standarisasi dai yang digalakkan MUI telah sampai pada angkatan ke-9 dengan 800 dai,” pungkas Kiai Cholil.*