Jakarta – Salah seorang warga bernama Vivi Nathalia pernah terjerat pasal pencemaran nama baik di Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Vivi menjadi terpidana gara-gara menuliskan curahan hati (curhat) soal utang piutang di media sosial (medsos) Facebook.
Vivi menceritakan kisahnya kepada pengacara Hotman Paris Hutapea dan Menko Polhukam Mahfud Md saat mendatangi kedai Kopi Johny di kawasan Jakarta Utara, Sabtu (20/3/2021). Kasus itu bermula saat Vivi memiliki piutang.
“Pada saat itu ada yang berutang dengan saya sebesar Rp 450 juta,” kata Vivi di lokasi.
Vivi kemudian curhat di Facebook karena orang yang berutang belum juga membayar. Namun curhat Vivi di Facebook justru membuatnya dilaporkan atas tuduhan pencemaran nama baik.
“Ketika saya curhat di Facebook, saya diadukan pencemaran nama baik dan akhirnya saya sekarang menjadi terpidana 2 tahun hukuman percobaan,” ujarnya.
Dilihat di situs Mahkamah Agung, pada Februari 2020, Pengadilan Negeri Jakarta Barat memvonis Vivi hukuman percobaan selama 2 tahun. Vivi dinyatakan bersalah memuat penghinaan dan pencemaran nama baik. Vonis itu dikuatkan Pengadilan Tinggi Jakarta.
Vivi menyampaikan kehadiran UU ITE saat ini dijadikan sebagai ajang untuk saling lapor. Dia menyebut UU ITE juga dimanfaatkan oleh ‘oknum’ untuk memeras korban dalam menyelesaikan persoalan.
“Saya lihat UU ITE ini jadi ajang saling melapor kemudian menjadi ajang para makelar kasus dan oknum meminta uang damai, ujung-ujungnya ‘apakah mau dilanjutkan’,” tuturnya.
Vivi mempertanyakan kemungkinan Pasal 27 UU ITE dihapus. Sebab, menurutnya, pasal tersebut kerap dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk jadi alat saling lapor.
“Apakah dimungkinkan Pasal 27 ayat 3 ini benar-benar dihapuskan? Karena pencemaran nama baik ini benar-benar jadi ajang saling melapor dan dimanfaatkan oleh banyak oknum,” ucapnya.
Menko Polhukam Mahfud Md merespons keluhan Vivi. Mahfud menyebut kasus terkait UU ITE saat ini sedang menjadi perhatian Presiden Joko Widodo (Jokowi), terutama Pasal 27 yang juga menjadi sorotan.
“Kita sudah mencatat masalah itu, sudah menjadi perhatian Presiden juga. Banyak orang menjadi korban Pasal 27,” kata Mahfud.
Mahfud menyampaikan pemerintah sudah membentuk tim pengkaji untuk melihat perlu-tidaknya UU ITE direvisi. Sebab, kata Mahfud, Presiden tidak boleh ikut campur dalam hal teknis hukum.
“Oleh sebab itu, Presiden kalau dalam penyelesaian jangka panjang sudah memerintahkan untuk melakukan revisi jika diperlukan agar tidak ada pasal-pasal karet. Atau dalam jangka pendek itu kan Presiden juga sering memberi pengampunan…. Karena kalau kita ikut ke teknis materi hukumnya, nggak boleh Presiden, karena kan itu ya sudah itu pengadilan,” imbuhnya.
Baca juga : E-TLE Nasional Segera Berlaku, Korlantas Polri Ingin Wujudkan Penegakan Hukum yang Tegas dan Transparan
(jbr/jbr)