Strategi Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, M.Si dalam Membangun Moderasi Beragama di Lingkungan Sekolah

JariBijak.comDi tengah perkembangan era modern, penguatan moderasi beragama menjadi sebuah keharusan untuk menciptakan masyarakat yang damai dan harmonis. 

Isu intoleransi dan radikalisme yang kian marak mengancam stabilitas sosial dan kebhinekaan yang telah lama menjadi kekuatan bangsa Indonesia. 

Dalam konteks ini, sekolah memiliki peran penting dan strategis dalam menanamkan nilai-nilai moderasi beragama kepada generasi muda. Sekolah tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga bisa menjadi pusat penguatan moderasi beragama yang berkelanjutan.

Seperti yang diungkapkan oleh  Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, S.Ag., M.Si. seorang pakar yang aktif mengampanyekan moderasi beragama, pendidikan formal di sekolah dapat menjadi benteng utama dalam menjaga keseimbangan beragama.

Menurutnya, “Dengan memperkuat moderasi beragama di lingkungan pendidikan, kita menanamkan prinsip-prinsip toleransi, saling menghormati, dan cinta damai sejak dini kepada para siswa.”

Artikel ini akan membahas peran penting sekolah sebagai pusat penguatan moderasi beragama, bagaimana pendidikan di sekolah dapat memainkan peran tersebut, serta tantangan dan strategi yang perlu diterapkan.

Mengapa Moderasi Beragama Perlu Ditanamkan di Sekolah?

Moderasi beragama adalah pendekatan beragama yang menghindari sikap ekstrem, baik dalam bentuk fanatisme berlebihan maupun sikap yang cenderung menolak agama. Dengan moderasi beragama, individu diajak untuk menjalani kehidupan beragama secara seimbang dan menghormati perbedaan.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki potensi besar untuk mengajarkan nilai-nilai ini sejak dini. Pendidikan di sekolah tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga pembentukan karakter siswa agar tumbuh menjadi individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki kepekaan sosial dan toleransi terhadap perbedaan.

Dr. Ali Mochtar Ngabalin menegaskan, “Anak-anak yang belajar di sekolah seharusnya diperkenalkan dengan prinsip hidup damai, menghargai keberagaman, dan menghormati pandangan orang lain sejak dini. Dengan begitu, kita dapat mempersiapkan generasi yang siap menghadapi perbedaan tanpa konflik.”

Sekolah sebagai Pusat Penguatan Moderasi Beragama

Sekolah memiliki peran strategis dalam membentuk kepribadian generasi muda melalui pendidikan karakter dan nilai. Di sini, penguatan moderasi beragama harus dimulai dari lingkungan sekolah, melalui pendekatan-pendekatan berikut:

  • Inklusi dalam Kurikulum
    Sekolah dapat memasukkan nilai-nilai moderasi beragama dalam kurikulum, baik secara eksplisit maupun implisit. Mata pelajaran seperti Pendidikan Agama dan Pancasila, misalnya, dapat digunakan untuk mengajarkan tentang pentingnya hidup rukun dalam perbedaan. Nilai-nilai seperti toleransi, penghargaan terhadap keberagaman, dan persatuan harus menjadi bagian dari materi pembelajaran. Dengan adanya kurikulum yang mengintegrasikan nilai-nilai moderasi, siswa akan belajar bahwa perbedaan agama, budaya, dan keyakinan adalah bagian yang harus diterima dalam kehidupan bersama.
  • Pelatihan Guru sebagai Agen Moderasi
    Guru memiliki peran sentral dalam mendidik dan membentuk karakter siswa. Oleh karena itu, pelatihan untuk para guru dalam memahami dan mengajarkan moderasi beragama sangat penting. Guru perlu diberikan pengetahuan dan keterampilan untuk menyampaikan materi pelajaran secara netral dan inklusif serta mampu mengatasi perbedaan di kelas.“Guru adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam kehidupan siswa. Jika mereka dapat menjadi teladan yang moderat dalam berpikir dan bertindak, maka siswa pun akan lebih mudah menyerap nilai-nilai tersebut,” ungkap Dr. Ngabalin.
  • Pembentukan Ekstrakurikuler yang Mendukung Moderasi
    Ekstrakurikuler yang berfokus pada kegiatan sosial, budaya, dan kerukunan dapat menjadi sarana bagi siswa untuk belajar tentang perbedaan dalam suasana yang positif. Kegiatan seperti diskusi lintas agama, bakti sosial, dan lomba budaya bisa memperkuat pemahaman siswa terhadap moderasi beragama secara praktis.
    Melalui ekstrakurikuler ini, siswa dari latar belakang yang berbeda dapat berinteraksi, belajar satu sama lain, dan memahami bahwa kerjasama dalam keberagaman adalah kekuatan.
  • Penerapan Peraturan yang Adil dan Inklusif
    Sekolah dapat menetapkan peraturan yang mengedepankan keadilan dan inklusi bagi seluruh siswa, tanpa membedakan latar belakang agama atau budaya mereka. Semua siswa sebaiknya diberikan kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang. Dengan cara ini, siswa belajar bahwa sikap saling menghormati adalah bagian dari budaya sekolah yang penting.
  • Lingkungan Sekolah yang Kondusif
    Sekolah perlu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi keberagaman. Fasilitas seperti ruang ibadah yang inklusif, ruang diskusi yang netral, dan kegiatan peringatan hari besar agama secara bersama-sama dapat membangun pemahaman siswa tentang pentingnya kerukunan. Lingkungan yang kondusif ini akan memberikan rasa aman dan nyaman kepada siswa, sehingga mereka dapat berinteraksi tanpa rasa takut atau cemas akan diskriminasi.

Tantangan dan Solusi dalam Penguatan Moderasi Beragama di Sekolah

Mengimplementasikan moderasi beragama di sekolah bukanlah hal yang mudah. Ada beberapa tantangan yang mungkin dihadapi, antara lain:

  • Tantangan Ekstremisme
    Pengaruh ekstremisme dan radikalisme dari luar lingkungan sekolah dapat menjadi hambatan. Beberapa siswa mungkin mendapat pengaruh dari luar sekolah yang bertentangan dengan nilai-nilai moderasi. Untuk mengatasi hal ini, sekolah perlu memperkuat kerjasama dengan orang tua dan masyarakat sekitar agar pengaruh negatif dari luar dapat ditekan.
  • Kurangnya Pemahaman Guru tentang Moderasi Beragama
    Tidak semua guru memiliki pemahaman yang cukup tentang konsep moderasi beragama. Pelatihan dan workshop yang intensif bagi para guru menjadi solusi penting untuk memperlengkapi mereka dalam mendidik siswa dengan nilai-nilai moderat. Dr. Ali Mochtar Ngabalin menekankan pentingnya pelatihan berkelanjutan bagi guru agar mereka siap menghadapi isu-isu keberagaman di kelas.
  • Minimnya Dukungan dari Orang Tua
    Kadang kala, orang tua tidak memiliki pemahaman yang sama dengan pihak sekolah dalam hal moderasi beragama. Edukasi kepada orang tua melalui seminar atau penyuluhan bisa menjadi solusi untuk menumbuhkan dukungan keluarga terhadap penguatan moderasi beragama di sekolah.
  • Sikap Siswa yang Kurang Terbuka
    Beberapa siswa mungkin sulit menerima perbedaan karena latar belakang keluarga atau komunitas mereka. Di sini, pendekatan yang dilakukan harus lembut namun konsisten, misalnya melalui kegiatan lintas budaya atau program pertukaran pelajar, di mana siswa dapat lebih terbuka terhadap keberagaman.

Peran Penting Dr. Ali Mochtar Ngabalin dalam Mendukung Moderasi Beragama

Sebagai tokoh yang aktif dalam kampanye moderasi beragama, Dr. Ali Mochtar Ngabalin memiliki pandangan yang kuat tentang pentingnya pendidikan sebagai fondasi moderasi beragama. Menurut Dr. Ngabalin, upaya moderasi beragama tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah, tetapi harus dimulai dari pendidikan dasar. “Sekolah adalah tempat paling efektif untuk menanamkan nilai-nilai kebhinekaan. Dengan pendidikan yang moderat, kita tidak hanya mendidik siswa, tetapi juga membangun masa depan bangsa yang lebih harmonis,” ujarnya.

Pandangan Dr. Ngabalin ini mencerminkan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, sekolah, masyarakat, dan seluruh komponen bangsa dalam menciptakan masyarakat yang toleran dan damai. Ia juga sering mengingatkan bahwa moderasi beragama tidak hanya terkait agama tertentu, tetapi melibatkan seluruh warga negara yang hidup berdampingan di dalam kemajemukan.

Masa Depan Indonesia di Tangan Generasi yang Moderat

Dengan menjadikan sekolah sebagai pusat penguatan moderasi beragama, kita tidak hanya mendidik generasi muda untuk cerdas, tetapi juga berkarakter dan berjiwa besar dalam menghadapi perbedaan. Moderasi beragama di sekolah akan membekali generasi muda dengan sikap toleransi, menghormati keragaman, dan cinta damai—nilai-nilai yang sangat penting bagi keberlangsungan bangsa Indonesia.

Jika program penguatan moderasi beragama di sekolah diterapkan secara berkelanjutan, maka di masa depan kita akan melihat generasi muda yang siap menjaga kedamaian dan kerukunan dalam masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Dr. Ali Mochtar Ngabalin, “Moderasi beragama bukan sekadar konsep, melainkan sebuah kebutuhan untuk masa depan bangsa.” Dengan dukungan dari seluruh pihak, harapan akan Indonesia yang harmonis bukanlah mimpi, melainkan sebuah keniscayaan.

Penulis : Geralda Talitha

Baca Juga: Hari Juang Polri: Mengenang Polisi Istimewa, Pilar Perjuangan Kemerdekaan di Mata Komjen Pol (Purn.) Arif Wachjunadi

 

21st Century Grand Price’s Wife, Drakor Baru yang Satukan IU dan Byeon Woo Seok Tayang 2025

Jaribijak.com - Kakao Entertainment resmi mengumumkan pada Senin (2/12) bahwa IU dan Byun Woo...

GaSaXIndonesia Adventure 2024: Petualangan Patriotik yang Menghubungkan Alam, Budaya, dan Masyarakat

Jaribijak.com - Pada tahun 2024, Sulawesi akan menjadi panggung petualangan besar yang menggabungkan semangat...

Tol Fungsional Yogyakarta-Solo Dibuka untuk Operasi Lilin 2024: Kakorlantas Polri Pastikan Kesiapan

Jaribijak.com - Dalam rangka Operasi Lilin 2024, Kakorlantas Polri Irjen Pol Aan Suhanan memimpin...

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here