Hidup di Hutan Amazon, Perempuan Ini Punya 6 Juta Followers di TikTok!

Pandemi COVID-19 semakin mengisolasi masyarakat asli suku Tatuyo di tengah hutan Amazon, Brazil. Kondisi ini pun membuat akses pengunjung terputus. Namun, keberadaan internet dan media sosial justru dimanfaatkan masyarakat suku Tatuyo untuk berkomunikasi sehari-hari dengan dunia luar, tanpa perantara seorang jurnalis, akademisi, atau advokat.

Menyadur dari The Washington Post, seorang perempuan suku Tatuyo bernama Cunhaporanga meraih 6 juta lebih pengikut di Tiktok dalam kurun waktu kurang dari 18 bulan. Di akun Tiktok-nya, Cunhaporanga membagikan konten-konten dari kehidupan kesehariannya. Ternyata, video-video yang dibagikannya ini diminati warganet.

Misalnya video yang menunjukkan semangkuk larva untuk dimakan orang-orang terdekatnya, mencapai sekitar 7,4 juta penonton di Tiktok.

Video Cunhaporanga membersihkan cat wajahnya dengan air dan sabun, mencapai sekitar 8,3 juta penonton. Baginya kegiatan yang dipostingnya adalah hal yang biasa.

Namun, bagi penonton kegiatan Cunhaporanga ini adalah hal baru dan membawa penonton ke dunia yang selama ini sulit dijangkau.

Lewat konten-konten yang dibagikan di media sosial itu, Cunhaporanga sekaligus memperkenalkan budaya adatnya ke dunia luar, mulai dari makanan, bahasa, hingga aktivitas sehari-hari.

Ternyata, tidak cuma Cunhaporanga saja yang menggunakan media sosial. Ayah Cunhaporanga, Pino Tatuyo juga membuat video YouTube dan memiliki akun Instagram dengan total pengikut lebih dari 13 ribu.

Mereka menilai media sosial jadi alat ampuh untuk menjaga dan mendokumentasikan budayanya yang mereka rasa semakin terancam.

Meski Cunhaporanga dan masyarakat adatnya menjadi terkenal di dunia digital, tetapi ada kekhawatiran koneksi internet akan terputus di daerahnya. Lantaran tagihan listrik dan internet yang mahal. Lalu, adakah dampak penggunaan media sosial di kalangan masyarakat adat?

Ternyata, media sosial menawarkan banyak manfaat bagi masyarakat adat, seperti membangun identitas, menawarkan dukungan timbal balik, memperkuat komunitas sebagai sarana untuk humor, dan subversi.

Selain itu, media sosial juga dapat menjembatani masyarakat adat untuk terhubung antar generasi, budaya, dan masyarakat adat lainnya secara global.

Dari hasil survei pada masyarakat adat, sebanyak 73 persen responden mengatakan media sosial membantu mengekspresikan identitas mereka, sementara 81 persen responden merasa menjadi anggota komunitas pribumi secara online lewat media sosial.

Salah satu bentuk pemanfaatan media sosial oleh masyarakat adat adalah platform Tiktok di Kanada yang jadi wadah untuk berekspresi, memperkuat komunitas online, dan melawan stereotip tentang budaya mereka yang ditandai dengan hashtag #NativeTiktok.

Selain itu, Tiktok di Kanada juga meluncurkan kampanye jangka panjang untuk mendukung dan menyoroti komunitas kreator pribumi dengan hashtag #IndigenousTiktok dan #LivingStories

Meski ada sisi positifnya, tetapi banyak masyarakat adat juga mendapatkan perlakuan buruk di dunia digital, seperti konten atau komentar rasis dan bentuk pelecehan lainnya. Sebanyak 97 persen masyarakat adat mendapatkan konten negatif setidaknya setiap Minggu.

Modernisasi Korlantas: Kendaraan Listrik MG Motor dan Silancar Diuji di Lapangan

Hari kedua Pelatihan Kendaraan Patroli Berbasis Baterai Tahun Anggaran 2024 berlangsung dengan antusiasme tinggi...

Masyarakat Kini Bisa Ajukan Pengawalan dengan Mudah Lewat Aplikasi Silancar

Jakarta - Pada Rabu, 20 November 2024, Korlantas Polri menggelar Pelatihan Kendaraan Patroli Berbasis Baterai...

Pengelolaan Kendaraan Korlantas Jadi Mudah dengan Aplikasi Silancar

Jakarta - Pada Rabu, 20 November 2024, Pelatihan Kendaraan Patroli Berbasis Baterai TA 2024...

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here