Tegal – Perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menjadi inti kebudayaan (core of culture) yang salah satunya adalah pemanfaatan teknologi. Munculnya variasi baru media komunikasi yang saling terintegrasi satu sama lain, mengakibatkan batas-batas antara media yang berkurang.
Hal tersebut dikatakan oleh Peneliti dan Dosen UNU Yogyakarta, Ahmad Wahyu Sudrajad dalam webinar literasi digital dengan tema “Komunikasi Publik yang Sehat dI Era Digital” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo bagi warga Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, pada 14 Juli 2021.
Ahmad memberikan contoh penggunaan telepon dan internet mulai mengganti penggunaan radio dan televisi dalam interaksi dengan masyarakat.
“Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah membawa manfaat dalam pembangunan berbagai bidang, terutama sebagai media komunikasi untuk mengakses inovasi baru dalam berbagai pengembangan,” katanya.
Ahmad mengatakan media sosial merupakan medium komunikasi utama yang membuat interaksi tatap muka tergantikan. Dalam penggunaan media sosial ini memiliki ancaman berupa konten negatif yang harus dihindari.
Menurut Ahmad, bentuk komunikasi negatif yang bisa memengaruhi kesehatan mental seseorang ini bisa serangan secara fisik, psikologis, atau emosional. Sedangkan untuk di media sosial, dalam bentuk cyber bullying, body shaming, komentar mengancam, berita hoaks, komentar SARA, penipuan data, dan pornografi.
Ahmad menegaskan, perlunya budaya sopan santun dalam penggunaan media sosial. Menurut Koentjaraningrat (2004), istilah kebudayaan berasal dari kata sanskerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal.
Sedangkan pengertian sopan santun adalah sikap atau tingkah laku yang baik, hormat dan beradab serta diiringi rasa belas kasihan dan berbudi halus yang tercermin dalam tingkah laku, tutur kata, cara berpakaian dan sebagainya.
Selain itu juga diperlukan moral, yakni adanya kesesuaian dengan ukuran baik buruknya sesuatu tingkah laku atau karakter yang telah diterima oleh suatu masyarakat. Hal yang tak kalah penting yaitu norma bermedia sosial.
Menurut Maryati dan Suryawati (2001) norma merupakan aturan-aturan perilaku dalam interaksi sosial warga masyarakat. panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yang sesuai dan bisa diterima.
Narasumber lainnya, Direktur Al Maliki Center, M Aqib Malik mengatakan perubahan di masyarakat, tidak terlepas dengan kemajuan teknologi digital yang berkembang. Sehingga keduanya tidak bisa terpisahkan.
Untuk itu, dalam pemakaian teknologi digital diperlukan etika digital oleh penggunanya. Yakni kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan dan mengembangkan tata kelola etika digital dalam kehidupan sehari-hari.
Aqib mengatakan seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus, tidak hanya mampu mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh etika dan tanggung jawab.
“Pada dasarnya, ruang digital saat ini merupakan bagian dari ruang peradaban, karena terdapat interaksi, partisipasi dan kolaborasi antar pengguna di dalamnya. Sehingga komunikasi yang sehat di ruang digital merupakan keharusan untuk membangun peradaban yang baik,” ucapnya.
Dipandu moderator Bobby Aulia, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber R Rizqika Alya Anwar (Head of Operation PT Cipta Manusia Indonesia), Razi Sabardi (Pengamat Kebijakan Publik Digital), dan Content Creator, Masayu Dewi, selaku key opinion leader. (*)