5 Perilaku di Media Sosial yang Dapat Memicu Depresi

JariBijak – Media sosial saat ini tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Terlebih lagi, saat ini smartphone telah menjadi kebutuhan bagi berbagai kalangan.

Penggunaan media sosial sendiri secara tidak langsung telah mengubah cara kita berkomunikasi.

Tak hanya cara berkomunikasi, media sosial juga tidak langsung mempengaruhi kesehatan mental kita.

Anda mungkin akrab dengan pengalaman menelusuri lini masa media sosial hanya untuk melihat bagaimana cara orang lain hidup.

Tidak jarang, orang kemudian membandingkan kehidupan pribadinya dengan kehidupan orang lain hanya melalui tampilan media sosial.

Kabar buruknya, hal ini sering membuat orang merasa stres dan depresi.

Memang media sosial bukanlah penyebab langsung, tapi dapat memfasilitasi kebiasaan yang memicu stes dan depresi.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Kanada tahun 2019 pada siswa kelas tujuh menemukan bahwa setiap jam yang dihabiskan menggunakan media sosial maka gejala depresi meningkat secara signifikan.

Penelitian ini tidak memberikan bukti sebab akibat hubungan antara media sosial dan depresi.

Meski begitu, ini menjadi peringatan bahwa penggunaan media sosial tetap harus diatur dan dibatas untuk mencegah timbulnya depresi.

Penelitian lain yang melihat hubungan antara media sosial dan rasa depresi dipublikasikan dalam pertemuan tahunan Association for Psychological Science di San Francisco tahun 2018.

Dalam studi tersebut, para peneliti mencoba mengamati sekitar 500 mahasiswa yang aktif menggunakan Facebook, Twitter, Instagram, dan Snapchat.

Para peneliti berkesimpulan, bukan alasan orang menggunakan media sosial yang dapat memicu depersi.

Depresi dapat terjadi karena cara menggunakan media sosial.

Setidaknya ada 5 perilaku penggunaan media sosial yang bisa memicu depresi.

1. Membandingkan Kehidupan Melalui Media Sosial

Media sosial membuat Anda lebih mudah membandingkan kehidupan dengan orang lain.

Dilansir dari Business Insider, media sosial membuat kita percaya bahwa setiap orang mempunyai kehidupan yang lebih sempurna daripada yang saat ini kita miliki.

Sebuah penelitian tahun 2018 menemukan bahwa banyak siswa membandingkan diri mereka di media sosial dan mencari umpan balik positif dari teman sebayanya.

2. Perasaan Terisolasi Saat Tidak Melihat Media Sosial

Media sosial memang dapat mendekatkan yang jauh. Tapi, di lain sisi, media sosial juga dapat menyebabkan Fear of Missing Out (FOMO) atau takut ketinggalan.

Jika sudah begitu, Anda akan lebih sering melihat media sosial agar tidak ketinggalan apapun.

Kebiasaan terlalu sering berselancar di dunia maya pada akhirnya justru menjauhkan yang dekat. Ini kemudian memunculkan rasa terisolasi secara sosial.

Dikutip dari Live Science, sebuah studi pada 2017 yang menemukan menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial dikaitkan dengan perasaan terisolasi secara sosial.

3. Doom Scrolling

Anda mungkin masih asing dengan istilah doom scrolling. Ini adalah istilah yang baru-baru ini muncul untuk menjelaskan perilaku kecenderungan terus mencari informasi di internet.

Perilaku ini mungkin berhubungan dengan FOMO atau ingin merasa lebih tau dibandingkan orang lain.

Sayangnya, perilaku ini sering kali membuat orang-orang cenderung mengakses berita buruk. Kebiasaan ini bahkan tidak berhenti meskipun Anda merasa depresi, sedih, atau kecewa.

4. Kurang Tidur

Menghabiskan waktu dengan mengakses media sosial memang menyenangkan dan sering membuat lupa waktu.

Tak jarang, demi tenggelam di dunia maya, seseorang merelakan waktu tidurnya.

Sebuah studi pada 2019 membuktikan efek penggunaan media sosial pada pola tidur remaja usia 13 hingga 15 tahun.

Hasilnya, remaja yang menghabiskan 5 jam sehari mengakses media sosial cenderung tidur lebih malam dan mengalami kurang tidur.

Padahal, kurang tidur dan depresi merupakan lingkaran setan yang sulit diputuskan.

Kurang tidur dapat memicu depresi. Sedangkan depresi sering kali membuat orang susah tidur.

5. Cyberbullying

Beberapa tahun belakangan, kasus mengenai cyberbullying meningkat. Apalagi internet dapat membuat seseorang dengan mudah membuat akun anonim.

Dengan begitu, banyak orang sering melintarkan intimidasi, hinaan, dan hal negatif tanpa takut dimintai pertanggung jawaban.

Padahal hal ini bisa menimbulkan depresi dan rasa tertekan pada orang yang diserang.

Baca Juga: Perlukah Kita Detoks Media Sosial demi Menjaga Kesehatan Mental?

Investigasi Kematian Liam Payne: CCTV dan Hasil Toksikologi Beri Petunjuk Penting

Jaribijak.com - Kasus kematian Liam Payne, mantan anggota boyband One Direction, semakin menemukan titik...

APT Milik Rose-Bruno Mars Dihindari Pelajar di Korea, Gegara Terlalu Candu

JariBijak.com - Menjelang ujian masuk perguruan tinggi yang dikenal sebagai College Scholastic Ability Test...

Pengguna TikTok Indonesia Lampaui Amerika, Mencapai 157,6 Juta di 2024

JariBijak.com - Jumlah pengguna TikTok di Indonesia mencetak angka impresif, mencapai 157,6 juta pengguna...

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here