Surabaya – Peristiwa bom bunuh diri di Gerbang Gereja Katedral Makassar pada Minggu (28/3/2021) dan penyerangan Mabes Polri pada Rabu (31/3/2021) sempat menghebohkan masyarakat. Diketahui, kedua pelaku merupakan anak muda milenial.
Saat itu usai melancarkan aksinya, para pelaku sengaja meninggalkan surat wasiat. Isi dari surat wasiat yang ditinggalkan juga memiliki kesamaan. Hal ini memicu kecurigaan publik jika para pelaku memiliki keterkaitan satu sama lain.
Setelah dilakukan investigasi, ditemukan fakta jika pelaku bom bunuh diri di Gerbang Gereja Katedral Makassar dan penyerangan Mabes Polri masih berusia produktif. L, pelaku bom bunuh diri merupakan laki-laki berusia 26 tahun. Sedangkan ZA, pelaku penyerangan Mabes Polri, perempuan berusia 25 tahun.
Psikolog yang merupakan Dosen Fakultas Psikologi Unair, Ilham Nur Alfian MPsi mengatakan doktrin ideologi kekerasan dan radikalisme tidak ada konotasinya dengan masyarakat usia produktif.
“Saat ini konteksnya adalah model doktrinasi ideologi kekerasan dan radikalisme tersebut dilakukan dengan media-media sosial,” papar Alfian di Surabaya, Kamis (8/4/2021).
Koordinator Bidang Kuliah Bersama Pusat Pendidikan Kebangsaan, Karakter dan Inter Profesional Education (PPK2IPE) Unair mengingatkan anak muda jangan sampai mudah terpapar doktrin secara virtual.
“Terorisme modern menyasar pada propaganda virtual dengan bantuan media untuk melipat gandakan teror dan pelaku teror di suatu negara, termasuk Indonesia. Serangan teroris modern mengalami penurunan dalam hal kualitas namun meningkat dalam hal popularitas,” imbuhnya.
Baca juga : Viral Warga Hadang Truk Masuk Kota Labuhanbatu, Dituding Penyebab Jalan Rusak