Buzzer Dinilai Perlu Ditata hingga Diingatkan Batasan Bermedia Sosial

Jakarta

Fenomena buzzer di media sosial (medos) kembali diperbincangkan khalayak ramai. Kemunculan buzzer ini dinilai perlu ditata hingga diingatkan batasan dalam bermedia sosial.

“Pada demokrasi, buzzer ini menutup suara asli opini publik yang berusaha disampaikan oleh masyarakat. Karena kan nggak bisa semuanya pegiat media sosial itu berada dalam tataran follower yang banyak. Sehingga pada saat seorang pegiat media sosial dengan follower banyak bicara, seolah-olah itu memang menutupi suara pegiat media sosial lainnya. Padahal pegiat media sosial lainnya berbicara sama atau bicara berbeda terhadap opini yang sama, menurut saya,” kata pakar komunikasi politik, Hendri Satrio dalam acara d’Rooftalk dengan tema ‘Etika Berdengung di Media Sosial’ yang disiarkan detikcom, Rabu (3/2/2021).

“Jadi memang buzzer ini harus ditata, makanya kita sebetulnya berdebat tentang buzzer ini sudah cukup lama, bahkan saya sering sekali menyarankan jangan sampai dianggap gara-gara jempol kita menjadi terpecah,” imbuhnya.

Hendri mengingatkan kemunculan buzzer ini perlu dibarengi penegakan hukum. Menurut Hendri, persoalan buzzer bisa dibereskan dengan hukum yang adil.

“Nah yang terjadi seperti sekarang ini, memang harus dengan cepat diselesaikan bila hukumnya tegak setegak-tegaknya dan seadil-adilnya,” ucapnya.

Sementara itu, pakar hukum pidana Asep Iwan Irawan bicara soal batasan berpendapat di media sosial. Asep mengingatkan batasan bermedia sosial diatur di dalam Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Kebebasan berpendapat itu kan dijamin undang-undang, hak asasi, siapa pun boleh ngomong, ngomong apa pun boleh, tapi hati-hati, ada batasannya. Kalau Anda ngomong asusila, pornografi, ngomong judi, ngomong penghinaan, pencernaan, SARA, ngerusak sistem. Itu ada batasannya di UU ITE,” sebut Asep.

Asep berbicara soal batasan berpendapat di media sosial tak fokus dalam satu perkara kasus. Namun dia menegaskan adanya batasan apa saja yang tak patut disinggung di media sosial.

“Nah yang menarik sekarang itu biasanya menggunakan Pasal 27 ayat 3 penghinaan, nah yang kedua Pasal 28 ayat 2. Sekali lagi, siapa pun, saya tidak bicara Abu, mau Abi, Abe, mau apa pun, ketika siapa pun tanpa hak menghina orang, harus dihukum, siapa pun tanpa hak menyebarkan informasi, yang tadi dikatakan Mang Ade isinya permusuhan, kebencian, suku, agama, SARA, harus diproses, suka nggak suka,” imbuhnya.

(rfs/zak)

Modernisasi Korlantas: Kendaraan Listrik MG Motor dan Silancar Diuji di Lapangan

Hari kedua Pelatihan Kendaraan Patroli Berbasis Baterai Tahun Anggaran 2024 berlangsung dengan antusiasme tinggi...

Masyarakat Kini Bisa Ajukan Pengawalan dengan Mudah Lewat Aplikasi Silancar

Jakarta - Pada Rabu, 20 November 2024, Korlantas Polri menggelar Pelatihan Kendaraan Patroli Berbasis Baterai...

Pengelolaan Kendaraan Korlantas Jadi Mudah dengan Aplikasi Silancar

Jakarta - Pada Rabu, 20 November 2024, Pelatihan Kendaraan Patroli Berbasis Baterai TA 2024...

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here