Jaribijak.com – Pemerintah Amerika Serikat resmi mencabut larangan ekspor software desain dan chip ke China pada Kamis, 3 Juli 2025.
Kebijakan ini diumumkan melalui keterangan resmi dari Biro Industri dan Keamanan (Bureau of Industry and Security/BIS) yang berada di bawah Departemen Perdagangan AS.
Edaran tersebut disampaikan kepada sejumlah perusahaan penyedia software desain chip atau yang dikenal dengan Electronic Design Automation (EDA), seperti Synopsys, Siemens, dan Cadence Design Systems.
EDA merupakan elemen penting dalam industri semikonduktor, karena digunakan dalam proses desain, pengujian, dan validasi chip.
Sebelumnya, pada akhir Mei 2025, pemerintah AS sempat memberlakukan pembatasan ekspor atas teknologi ini, dengan mewajibkan lisensi khusus bagi perusahaan yang ingin mengekspornya ke China.
Alasan utama pembatasan ini adalah kekhawatiran bahwa China akan memanfaatkan teknologi tersebut untuk pengembangan militer dan mempercepat pertumbuhan ekonomi yang berpotensi menjadi pesaing strategis Amerika Serikat di berbagai sektor.
Namun, pembatasan tersebut hanya berlangsung selama enam pekan. Melalui surat edaran yang dikirimkan oleh BIS kepada perusahaan-perusahaan EDA, termasuk Synopsys dan Siemens, dinyatakan bahwa kontrol ekspor telah resmi dicabut. Synopsys, dalam pernyataannya, mengonfirmasi informasi tersebut:
“Pada 2 Juli, Synopsys menerima surat dari BIS yang menerangkan bahwa pembatasan ekspor ke China, seperti dimuat pada surat 29 Mei 2025, kini telah dibatalkan dan segera berlaku.”
Siemens juga menyampaikan bahwa larangan tersebut awalnya diberlakukan pada 23 Mei 2025, namun resmi dicabut per 3 Juli 2025. Meski demikian, BIS tidak menjelaskan secara rinci alasan pencabutan kebijakan tersebut.
Menurut laporan dari Tom’s Hardware, kebijakan ekspor ini erat kaitannya dengan dinamika perdagangan antara AS dan China, khususnya terkait ekspor logam tanah jarang yang sangat dibutuhkan industri dan sektor pertahanan AS.
Sebagai bentuk timbal balik atas komitmen China untuk mempercepat izin ekspor material tersebut, Amerika Serikat pun setuju melonggarkan beberapa pembatasan, termasuk ekspor software pengembangan chip, etana, dan mesin pesawat.
Pencabutan larangan ini menjadi bagian dari hasil kesepakatan antara kedua negara yang terjadi pada akhir Juni 2025.
Sebagaimana dikutip dari The Register, keputusan AS ini merupakan bentuk komitmen atas janji yang telah disepakati sebelumnya dalam perundingan tingkat tinggi.
Meski begitu, ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan China belum sepenuhnya mereda.
Masing-masing negara masih menunjukkan sikap waspada terhadap pengaruh teknologi dari pihak lawan. Hal ini terlihat dari tindakan pemerintah AS pada Maret 2025 yang memblokir akses chatbot AI asal China, DeepSeek, di seluruh perangkat milik pemerintah.
“Untuk membantu menjaga sistem informasi Departemen Perdagangan aman, akses ke AI China baru, DeepSeek, secara umum dilarang di semua GFE,“ demikian isi e-mail internal yang dikutip oleh Reuters.
GFE merujuk pada Government Furnished Equipment, yakni perangkat yang disediakan oleh pemerintah.
Larangan terhadap DeepSeek tak hanya berlaku di Departemen Perdagangan, tetapi juga di lembaga-lembaga lain seperti Kantor Administrasi DPR, Pentagon, Angkatan Laut, hingga NASA.
Bahkan, pemerintah federal AS tengah mempersiapkan Rancangan Undang-undang (RUU) yang akan mengatur larangan penggunaan DeepSeek secara menyeluruh, dengan sanksi tegas berupa denda dan hukuman penjara bagi individu maupun korporasi yang melanggar.
Meskipun ekspor software desain dan chip kini kembali diperbolehkan, ketegangan antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia ini tampaknya masih jauh dari kata selesai.
Amerika Serikat dan China sama-sama terus menggunakan kekuatan regulasi dan teknologi sebagai alat tawar dalam strategi global mereka.